New Year: Should We Celebrate It?

Cuaca Yogyakarta wilayah Umbulharjo pada hari Khamis pertama tahun 2015 ini terasa hangat-hangat saja. Sempat gerimis juga waktu tengah hari tadi, namun kemudian hari berlanjut hangat, sehangat nuansa tahun baru Masehi yang sangat menjadi obrolan terhangat atau trending topic di seantero negeri. Well, tak ada salahnya bila aku hanya sekedar merangkai dan menyusun kesimpulan kecil  di rumah kecilku ini mengenai Nuansa Tahun Baru berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di sekitarku (sekitarmu pula).
Biasanya, yang paling tampak pada perayaan tahun baru ialah indahnya letupan-letupan kembang api warna-warni di gelapnya langit malam serta riuhnya tiup-tiupan terompet pada malam tahun baru, tepatnya ketika jam menunjukkan pukul 00.00 dan kalender elektronik lantas berpindah ke angka 1 bulan Januari. Yap, sepertinya sebagain besar negara di dunia ini pun melakukan 'ritual' demikian. Tak terkecuali Kota Yogyakarta tadi malam. Sayang sekali, aku tidak secara langsung memandang ke langit, memandang indahnya kembang-kembang api yang diletupkan ke langit. Aku hanya menonton letupan-letupan itu di televisi salah seorang teman di asrama Kabupaten. Sayangnya, acara-acara di televisi tadi malam pun terlalu banyak mengumbar mudharat daripada manfaat (what a shame). Ya, kebetulan malam tadi aku menghabiskan waktu bersama Keluarga besar pelajar-mahasiswa Kabupaten Bintan yang bersekolah di Yogyakarta. Memang setiap malam tahun baru, kami selalu mengadakan acara makan bersama di asrama putra tersebut. Bukan untuk merayakan pergantian tahun, malah lebih kepada untuk sekedar berkumpul, bercengkrama, dan makan bersama saja. Lantas? Ya, aku hanya bertanya-tanya mengenai pertanyaan yang selalu sama setiap tahunnya. Apakah tahun baru Masehi itu memang harus kita (masyarakat negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam) rayakan? Apakah tahun baru Masehi itu memang harus dirayakan dengan menghambur-hamburkan uang membeli kembang-kembang api, terompet, atau apapun atribut yang menunjukkan dukungan kita terhadap perayaan tahun baru? Dan pantaskah berhura-hura merayakan tahun baru ketika negeri sedang dilanda banyak musibah?
Hm, inilah yang masih kusayangkan. Betapa kita masih terlalu mengagung-agungkan perayaan tahun baru yang jelas-jelas tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tak ada syariat Islam yang jelas mengenai perayaan tahun baru demikian. Kaum Muslim hanya memiliki dua hari perayaan ('ied) yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Tidak ada hari perayaan lain selain kedua hari perayaan itu bagi kaum Nabi Muhammad SAW. Bilamana seorang Muslim merayakan tahun baru yang bukan perayaannya, maka ia telah meniru-niru (tasyabuh) maupun mengikuti cara dan tindakan agama yang bukan agamanya, dan Muslim yang tasyabuh dengan umat lain maka ia adalah bagian dari umat itu (bukan lagi seorang Muslim). Dalam Hadits Riwayat Abu Daud, Ibnu ‘Umar berkata bahwa Rasullulah SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya." Itu menunjukkan bahwa siapapun Muslim yang dalam kehidupannya meniru-niru dan menyerupai umat atau kaum selain umat Islam, maka ia termasuk umat atau kaum tersebut. Tak hanya kesalahan meniru-niru, merayakan tahun baru pun akan menimbulkan kerusakan-kerusakan bagi umat itu sendiri jika dilakukan. Ada banyak dalil-dalil tentang larangan tasyabuh bagi umat agama Islam yang sangat bisa dijadikan bahan berkaca bagi diri sendiri. Lantas bagaimana cara menyikapi lingkungan yang merayakan pergantian tahun yang hanya setahun sekali itu? Sebagai seorang Muslim, ada banyak hal positif yang bisa kita lakukan untuk menyikapi pergantian waktu tersebut, salah satunya adalah dengan bermuhasabah (mengevaluasi dan introspeksi diri) mengenai hal-hal baik dan buruk apa saja yang sudah dilakukan sepanjang tahun tersebut dan bertekad untuk memperbaiki kesalahan yang lalu di masa mendatang. :)
Selanjutnya, kupikir tak sedikit masyarakat yang sangat menyayangkan kegiatan hura-hura dalam merayakan pergantian tahun. Uang bagai tiada artinya demi mendapatkan kesenangan padahal kesenangan itu semu. Menguras dompet untuk membeli kembang-kembang api yang tak terbilang murah harganya, sungguh suatu kegiatan yang sia-sia. Apalah artinya membeli kembang-kembang api, lantas membakar sumbunya, dan melihat ia meledak keras di angkasa? Indah. Memang indah. Namun keindahan itu bisa dihitung dalam hitungan detik. Padahal mendapat uang tidaklah dalam hitungan detik (bagi kalangan menengah ke bawah sepertiku ini). Tak berbeda dengan atribut-atribut tahun baru lainnya. Setelah dibeli, akan diapakan kemudian? Paling-paling hanya akan digunakan selama 2-3 hari kemudian berakhir menjadi sampah.
Poin terakhir, memang sungguh menyedihkan. Dalam sebulan Desember 2014 yang lalu, telah terjadi berbagai bentuk musibah bagi negara Indonesia. Terjadinya bencana tanah longsor dari bukit Tegelele di Banjarnegara, Jawa Tengah sungguh sangat memilukan hati. Ditambah pula dengan insiden kecelakaan mengenaskan Pesawat AirAsia QZ8501 yang puing-puingnya ditemukan di Selat Karimata, di perairan sekitar Pangkalanbun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sebagian besar penumpang pesawat naas tersebut adalah warga Indonesia. Seluruh Indonesia kembali berduka. Melihat berita, betapa pilu keluarga-keluarga penumpang pesawat tersebut. Pilu hati mereka, harus merasa kehilangan dan merelakan orang-orang terkasih pergi di akhir tahun. Sayang sekali, pilu hati orang-orang yang kehilangan memang hanya dirasakan oleh orang-orang itu saja, orang-orang lain hanya sekedar mengucapkan turut berbelasungkawa di mulut, layar-layar televisi, serta media sosial, kemudian kembali balik mempersiapkan perayaan malam tahun barunya masing-masing. Kemana simpati dan empati? Nurani bagai lenyap dalam gempita. (Salut kepada daerah-daerah di Indonesia yang tidak mengadakan perayaan tahun baru ^_^)
Terakhir sekali, pertimbangkanlah manfaat dan mudharat dari suatu tindakan untuk di kemudian waktu. Serta pertimbangkan hak-hak orang lain yang menjadi kewajiban-kewajiban kita. Sangat diperbolehkan untuk menyusun target pencapaian di tahun 2015 ini, dan sangat diperbolehkan untuk berharap dan berdo'a banyak-banyak. Namun alangkah baiknya berdo'a tak hanya pada event-event demikian, apalagi hanya diposting di akun jejaring sosial demi mencari perhatian pengguna media sosial lainnya. Setiap saat pun bisa berdo'a sebab Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Tahu. Ia Maha Tahu. :)

Tahun Baru: Haruskah Kita Merayakannya? Pikirkanlah.



(NB: tulisan ini masih terdapat banyak kekurangannya. Silahkan cantumkan komentarmu di kolom komentar untuk penulis memperbaiki tulisan ini agar lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih ^_^ )

Comments

Popular Posts